Friday, June 16, 2017

BAJU BODO, Filosofi, Usia & Strata Sosial



Baju Bodo berwarna merah muda dalam adat
perlambang gadis belia yang belum menikah

Ibarat pantai dan ombak ,wanita dan fashion menjadi dua hal yang akan selalu berkaitan. Tak lekang oleh waktu, ikatan antara fashion dan wanita telah lahir sejak dulu dan terus ada hingga kini. Sama seperti di era modern ini, wanita era masa kerjaan pun sudah mengenal fashion atau gaya berbusana. Bahkan tak jarang gaya berbusana klasik wanita tempo dulu hingga kini masih terjaga. Salah satu busana yang telah lahir berpuluh - puluh tahun yang lalu yakni baju bodo.
Di eranya, baju bodo bukan hanya sebatas baju adat tradisional suku Bugis-Makassar semata. Namun juga merupakan tend fashion bagi wanita - wanita pada zamannya. Siapa sangka baju bodo memiliki filosofi yang kuat. Mulai dari bentuk, bahan hingga warnanya pun mengandung makna.
Baju bodo berbahan kain muslin, merupakan hasil tenunan dari pilinan kapas yang ditenun dengan benang katun. Kain jenis ini merupakan kain yang cukup langka saat itu. dalam catatan perjalanan seorang pedagang Arab pada abad ke IX, kain Muslin ini pertama kali dibuat dan diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh.
Di Yunani Kuno, kain ini dikenal dengan sebutan Maisolos, di India Timur dikenal dengan sebutan Masalia, dan di Arab dikenal dengan Ruhm. Pada tahun 1298 Masehi dalam bukunya The Travel of Marco Polo  menggambarkan kain muslin itu dibuat di Mosul, (Irak) dan dijual oleh pedagang yang disebut “Musolini”. Uniknya, masyarakat Sulawesi Selatan lebih dulu mengenal dan mengenakan jenis kain ini dibanding masyarakat Eropa, yang baru mengenalnya para XVII dan baru popular di Prancis pada abad XVIII. Itulah sebabnya dahulu baju bodo hanya diperuntukkan bagi wanita keluarga bangsawan.
Baju Bodo setiap warna memiliki arti khusus dalam adat
Bugis - Makassar

Atas dasar ini pulalah baju bodo memiliki nama lain yakni baju "tokko", berasal dari kata takku, kata takku sendiri adalah ungkapan untuk menyatakan starata sosial bangsawan.'Hal ini menilik pada kata Maddara Takku, yang menunjukkan seseorang yang memiliki darah keturunan bangsawan.
Seiring perkembangan zaman baju bodo pun makin marak digunakan. Warna dari baju bodo atau waju tokko pun menjadi bermacam - macam, seperti yang sering kita jumpai saat ini, ada kuning, merah, hijau, ungu dan lain-lain. Sayangnya tak banyak yang tau jika seyogyanya menggunakan baju bodo atau waju tokko itu tidaklah boleh sembarang warna sebab tiap warna memiliki filosofi yang berbeda.
Anak dibawah 10 tahun memakai baju bodo yang disebut Waju Pella-Pella, berwarna Kuning Gading. Disebut waju pella-pella (kupu-kupu) adalah sebagai pengambaran terhadap dunia anak kecil yang perlu keriangan, berwarna kuning gading (maridi) sebagai pengambaran terhadap dunia anak kecil yang penuh keriangan. Warna ini adalah analogi agar sang anak cepat matang dalam menghadapi tantangan hidup.
Umur 10-14 tahun memakai baju bodo berwarna jingga atau merah muda. Warna merah muda dalam bahasa Bugis disebut Bakko, adalah representasi dari kata Bakkaa, yang berarti setengah matang,
Baju Bodo berwarna Hijau disebut Kudara 
Umur 14-17 tahun, masih memakai Waju Tokko berwarna jingga atau merah muda, tapi dibuat
berlapis, bersusun dua, hal ini dikarenakan sang gadis sudah mulai tumbuh payudaranya. Baju bodo warna ini juga dipakai oleh mereka yang sudah menikah tapi belum memiliki anak.
Umur 17-25 tahun memakai baju bodo berwarna merah darah, berlapis, bersusun, dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak, berasal dari filosofi, bahwa sang perempuan tadi dianggap sudah mengeluarkan darah dari rahimnya yang berwarna merah. Umur 25-40 tahun memakai baju bodo berwarna hitam. Sementara Baju bodo berwarna putih digunakan oleh para inang, pengasuh raja atau para dukun atau bissu.
Para bissu memiliki titisan darah berwarna putih, Para putri raja,bangsawan dan keturunannya yang
dalam bahasa Bugis disebut maddara takku (berdarah bangsawan) memakai Waju Tokko atau baju bodo berwarna hijau. Dalam bahasa Bugis, warna hijau disebut kudara, yang berasal dari kata na-takku dara-na, yang secara harfiah berarti “mereka yang menjunjung tinggi harkat kebangsawanannya. Sedangkan Baju bodo berwarna ungu dipakai oleh para janda. Dalam bahasa Bugis, warna ungu disebut kemummu yang juga dapat berarti lebamnya bagian tubuh yang terkena pukulan atau benturan benda keras. Dalam pranata sosial masyarakat Bugis jaman dahulu, menikah dengan seorang janda merupakan sebuah aib.
Baju bodo ini pun segi empat simetris tanpa jahitan dan perekat. Hanya pada bagian atas, kiri dan kanan yang terdapat lubang untuk kepala dan kedua lengan. Berbahan tipis sesuai karakter dari kain Muslin yang tipis dan transparan.Bentuk maupun pemilihan bahan kain ini semata dilakukan atas dasar kecocokan busana dengan iklim di daerah asal baju tersebut yang beriklim tropis. Atas dasar inilah baju bodo dibuat simpel dan transparan.
baju bodo, baju adat suku Bugis - Makassar ini merupakan
pakaian salah satu baju tertua di dunia.
Meski demikian seiring dengan masuknya Islam ke Indonesia perubahan dari baju bodo inipun berangsur - angsur turut menyesuaikan dengan syariat agama yang mayoritas dianut penduduk Indonesia. Kontroversi ini kemudian disikapi bijak oleh kerajaan Gowa, hingga muncullah modifikasi baju bodo yang dikenal Baju Labbu (serupa dengan baju bodo, tetapi lebih tebal, gombrang, panjang hingga lutut). Perlahan, baju tokko yang semula tipis berubah menjadi lebih tebal dan terkesan kaku. Jika pada awalnya memakai kain muslin (kain sejenis kasa), berikutnya baju bodo dibuat dengan bahan benang sutera.
Tak banyak yang tau jika nyatanya baju bodo, baju adat suku Bugis - Makassar ini merupakan pakaian salah satu baju tertua di dunia. Karena beragam filosofi yang terkandung dalam pakaian unik ini, maka tak heran jika baju bodo menjadi salah satu pakaian adat tradisonal yang mendunia. Kerap pada beragam pementasan teaterikal budaya kerap muncul pemain yang menggunakan baju bodo di atas panggung.


No comments:

Post a Comment