Ibarat pantai dan ombak ,wanita
dan fashion menjadi dua hal yang akan selalu berkaitan. Tak lekang oleh waktu,
ikatan antara fashion dan wanita telah lahir sejak dulu dan terus ada hingga
kini. Sama seperti di era modern ini, wanita era masa kerjaan pun sudah
mengenal fashion atau gaya berbusana. Bahkan tak jarang gaya berbusana klasik
wanita tempo dulu hingga kini masih terjaga. Salah satu busana yang telah lahir
berpuluh - puluh tahun yang lalu yakni baju bodo.
Di eranya, baju bodo bukan
hanya sebatas baju adat tradisional suku Bugis-Makassar semata. Namun juga
merupakan tend fashion bagi wanita - wanita pada zamannya. Siapa sangka baju
bodo memiliki filosofi yang kuat. Mulai dari bentuk, bahan hingga warnanya pun
mengandung makna.
Baju bodo berbahan kain muslin,
merupakan hasil tenunan dari pilinan kapas yang ditenun dengan benang katun.
Kain jenis ini merupakan kain yang cukup langka saat itu. dalam catatan
perjalanan seorang pedagang Arab pada abad ke IX, kain Muslin ini pertama kali
dibuat dan diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh.
Di Yunani Kuno, kain ini
dikenal dengan sebutan Maisolos, di India Timur dikenal dengan sebutan Masalia,
dan di Arab dikenal dengan Ruhm. Pada tahun 1298 Masehi dalam bukunya The
Travel of Marco Polo menggambarkan kain muslin itu dibuat di Mosul,
(Irak) dan dijual oleh pedagang yang disebut “Musolini”. Uniknya, masyarakat
Sulawesi Selatan lebih dulu mengenal dan mengenakan jenis kain ini dibanding
masyarakat Eropa, yang baru mengenalnya para XVII dan baru popular di Prancis
pada abad XVIII. Itulah sebabnya dahulu baju bodo hanya diperuntukkan bagi
wanita keluarga bangsawan.
![]() |
Baju Bodo setiap warna memiliki arti khusus dalam adat Bugis - Makassar |
Atas dasar ini pulalah baju
bodo memiliki nama lain yakni baju "tokko", berasal dari kata takku,
kata takku sendiri adalah ungkapan untuk menyatakan starata sosial bangsawan.'Hal
ini menilik pada kata Maddara Takku, yang menunjukkan seseorang yang memiliki
darah keturunan bangsawan.
Seiring perkembangan zaman baju
bodo pun makin marak digunakan. Warna dari baju bodo atau waju tokko pun
menjadi bermacam - macam, seperti yang sering kita jumpai saat ini, ada kuning,
merah, hijau, ungu dan lain-lain. Sayangnya tak banyak yang tau jika seyogyanya
menggunakan baju bodo atau waju tokko itu tidaklah boleh sembarang warna sebab
tiap warna memiliki filosofi yang berbeda.
Anak dibawah 10 tahun memakai
baju bodo yang disebut Waju Pella-Pella, berwarna Kuning Gading. Disebut waju
pella-pella (kupu-kupu) adalah sebagai pengambaran terhadap dunia anak kecil
yang perlu keriangan, berwarna kuning gading (maridi) sebagai pengambaran
terhadap dunia anak kecil yang penuh keriangan. Warna ini adalah analogi agar
sang anak cepat matang dalam menghadapi tantangan hidup.
Umur 10-14 tahun memakai baju
bodo berwarna jingga atau merah muda. Warna merah muda dalam bahasa Bugis
disebut Bakko, adalah representasi dari kata Bakkaa, yang berarti setengah
matang,
![]() |
Baju Bodo berwarna Hijau disebut Kudara |
berlapis, bersusun dua, hal ini dikarenakan sang gadis sudah mulai tumbuh payudaranya. Baju bodo warna ini juga dipakai oleh mereka yang sudah menikah tapi belum memiliki anak.
Umur 17-25 tahun memakai baju
bodo berwarna merah darah, berlapis, bersusun, dipakai oleh perempuan yang
sudah menikah dan memiliki anak, berasal dari filosofi, bahwa sang perempuan
tadi dianggap sudah mengeluarkan darah dari rahimnya yang berwarna merah. Umur
25-40 tahun memakai baju bodo berwarna hitam. Sementara Baju bodo berwarna
putih digunakan oleh para inang, pengasuh raja atau para dukun atau bissu.
Para bissu memiliki titisan
darah berwarna putih, Para putri raja,bangsawan dan keturunannya yang
dalam bahasa Bugis disebut maddara takku (berdarah bangsawan) memakai Waju Tokko atau baju bodo berwarna hijau. Dalam bahasa Bugis, warna hijau disebut kudara, yang berasal dari kata na-takku dara-na, yang secara harfiah berarti “mereka yang menjunjung tinggi harkat kebangsawanannya. Sedangkan Baju bodo berwarna ungu dipakai oleh para janda. Dalam bahasa Bugis, warna ungu disebut kemummu yang juga dapat berarti lebamnya bagian tubuh yang terkena pukulan atau benturan benda keras. Dalam pranata sosial masyarakat Bugis jaman dahulu, menikah dengan seorang janda merupakan sebuah aib.
dalam bahasa Bugis disebut maddara takku (berdarah bangsawan) memakai Waju Tokko atau baju bodo berwarna hijau. Dalam bahasa Bugis, warna hijau disebut kudara, yang berasal dari kata na-takku dara-na, yang secara harfiah berarti “mereka yang menjunjung tinggi harkat kebangsawanannya. Sedangkan Baju bodo berwarna ungu dipakai oleh para janda. Dalam bahasa Bugis, warna ungu disebut kemummu yang juga dapat berarti lebamnya bagian tubuh yang terkena pukulan atau benturan benda keras. Dalam pranata sosial masyarakat Bugis jaman dahulu, menikah dengan seorang janda merupakan sebuah aib.
Baju bodo ini pun segi empat
simetris tanpa jahitan dan perekat. Hanya pada bagian atas, kiri dan kanan yang
terdapat lubang untuk kepala dan kedua lengan. Berbahan tipis sesuai karakter
dari kain Muslin yang tipis dan transparan.Bentuk maupun pemilihan bahan kain
ini semata dilakukan atas dasar kecocokan busana dengan iklim di daerah asal
baju tersebut yang beriklim tropis. Atas dasar inilah baju bodo dibuat simpel
dan transparan.
![]() |
baju bodo, baju adat suku Bugis - Makassar ini merupakan pakaian salah satu baju tertua di dunia. |
Tak banyak yang tau jika
nyatanya baju bodo, baju adat suku Bugis - Makassar ini merupakan pakaian salah
satu baju tertua di dunia. Karena beragam filosofi yang terkandung dalam
pakaian unik ini, maka tak heran jika baju bodo menjadi salah satu pakaian adat
tradisonal yang mendunia. Kerap pada beragam pementasan teaterikal budaya kerap
muncul pemain yang menggunakan baju bodo di atas panggung.
No comments:
Post a Comment