Friday, September 30, 2016

Lezatnya Sop Ubi Datu Museng


Panorama-nia, Bagi para pencinta kuliner, satu lagi kuliner khas kota Makassar-Sulawesi Selatan yang sangat sayang kalau dilewatkan begitu saja. makanan berkuah dengan bahan utama singkong yang lazim di Makassar disebut ubi, disajikan bersama telur rebus, bihun, kacang goreng, dan daging, kuliner khas ini bernama Sop Ubi Datumuseng dalam Lorong. 


mengapa ada embel embel kata datumuseng dan kata dalam lorong ..?, hal ini disebabkan karena letak Kuliner Sop Ubi ini berada di Jl.Datumuseng dan letak posisi warung masuk ke dalam lorong.


Walau namanya tidak sepopuler coto makassar, pallubasa dan konro, namun pengunjung ditempat ini tidak pernah sepi, rasanya yang khas dan lezat membuat peminat masakan berjenis sop ini, selalu berkeinginan untuk mengulangi  kunjungannya untuk duduk manis dan menikmati kenikmatan sop ubi datumuseng di warung ini.

walau sekilas, warung yang berdiri sejak masa 1950-an ini tampak sederhana, namun jangan salah, pengunjung sekelas pejabat bahkan publik figurpun pernah datang ketempat ini, untuk menikmati kelezatan kuliner yang satu ini.

Sop ubi merupakan salah satu kuliner tradisional dengan bahan ubi kayu atau singkong yang sangat mudah diperoleh di Makassar. kehadiran Sop Ubi Datu Museng, yang mengangkat makanan berkuah mirip soto ini hingga mulai dikenal, khususnya masyarakat Kota Makassar.
Dengan kombinasi berbagai macam bahan seperti bihun, telur, potongan daging kecil, tauge, kacang tanah, dan sebagainya. Sop Ubi Datu Museng pun menjadi salah satu item daftar kuliner di Kota Anging Mammiri ini.

Warung makan Sop Ubi Datu Museng dalam lorong ini, awalnya dirintis oleh H Abd Rasyid Dg Gassing, kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya yakni sang anak, Hj Hania dan menantunya Abdul Salam.


Meskipun letaknya di sebuah gang sempit, namun usaha turun temurun ini sudah memiliki banyak pelanggan, yang senantiasa meramaikan tempat tersebut.

Penampilan hidangan ini cukup sederhana, Disajikan di piring cekung, bukan di mangkuk layaknya makanan berkuah lainnya. Porsinya pun cukup mengenyangkan baik untuk makan siang maupun makan malam.

Walau warung tempat berjualan sop ubi ini sederhana, namun omset mereka tidak sesederhana warungnya. pemilik warung Sop ubi ini mengaku mampu meraup hingga puluhan juta rupiah per bulan. Untuk bahan dasar ubi sendiri, dapat menghabiskan 2 karung per hari. Sedangkan telur, bisa dihabiskan hingga sepuluh krak per harinya.

Selain menjual sop ubi, Sop Ubi Datu Museng juga menyediakan beraneka minuman seperti jus dan teh manis. Warung makan ini buka jam 07 pagi hingga pukul 22 malam.



jadi jika berkunjung ke kota Makassar jangan lupa ya, mampir menikmati Kuliner Khas Sop Ubi Datumuseng dalam lorong, masakan yang tak kalah mantap dan lezat dibanding masakan berkuah lainnya di kota daeng. Nah Panorama Lovers, Mari kita jaga dan lestarikan Kuliner Khas Nusantara, didaerah kita masing masing, karena jangan sampai diklaim oleh negara lain sebagai kuliner khas dinegaranya. kalau bukan kita siapa lagi?. 
Untuk melihat tayangan visual Sop Ubi ini, Silahkan klik disini : https://www.youtube.com/watch?v=okm8nwQguXI

Menyulap Eceng Gondok Menjadi Rupiah


Jika anda pernah melihat, beragam pemanfaatan sampah didaur ulang menjadi sebuah hasil kerajinan yang bernilai ekonomis, dan menghasilkan barang barang yang kreatif dan indah. kini panorama akan menyajikan kepada pemirsa bagaimana seorang ibu bernama Fatriani ini, menghimpun ibu ibu lain, yang bermukim disekitarnya, untuk memanfaatkan tanaman eceng gonok, sebagai bahan baku berbagai macam kerajinan kreatif yang bernilai jual. untuk anda yang penasaran, mari kita lihat proses produksinya.

Eceng gondok adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung, dimana tanaman ini, memiliki kecepatan tumbuh yang sangat cepat, sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.
Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri, mengapung di air dengan tinggi kurang lebih 40 - 80 cm. Tidak memiliki batang, berdaun tunggal dengan bentuk oval dan berwarna hijau. Selain proses tumbuhnya yang begitu cepat, tumbuhan ini juga tahan terhadap perubahan air, baik itu arus air, temperatur, ketersediaan nutrien, maupun ketidakstabilan pH air, bahkan tahan terhadap racun-racun yang berada dalam air.

Eceng Gondok bisa merusak lingkungan disekitar dan menjadi  penyebab kedangkalan, hal ini karena Eceng Gondok yang sudah mati akan menumpuk sedikit demi sedikit ke permukaan, sehingga seiring berjalannya waktu perairan-pun akan menjadi dangkal, akibatnya akan Mengganggu Lalu Lintas Perairan Bagi para nelayan.
disisi lain, tumbuhan Eceng Gondok akan membuat banyak habitat-habitat baru yang bermunculan, dan bisa menjadi faktor penyebab timbulnya penyakit. dan hal yang paling utama adalah
Merusak Keindahan Perairan.
Namun bagi orang-orang kreatif, membludaknya populasi eceng gondok bukanlah sebuah musibah melainkan sebuah anugrah. Di tangan orang-orang kreatif inilah, eceng gondok dapat disulap menjadi benda-benda yang sangat menarik dan berdayaguna, seperti sandal jepit, tas cantik, alas meja, dan lain sebagainya.

Ibu Fatriani juga terkadang meminta tolong kepada masyarakat di tepi sungai untuk mengumpulkan eceng gondok dan memberikan imbalan yang sesuai. Setelah eceng gondok terkumpul dalam jumlah yang cukup, maka langkah selanjutnya adalah membersihkan bahan ini agar bersih dan tak berbau lagi.

    Setelah dipilah-pilah, enceng gondok mulai dikeringkan untuk menghilangkan kadar air yang terkandung didalamnya.


setelah kering, batang batang eceng gondok ini dipress dengan alat khusus. setelah itu, maka penganyam biasanya membuat pola terlebih dahulu, kemudian memotong agar besaran bahan anyaman seimbang dengan bahan lainnya. pola yang dibuat, dapat berupa pola tas, sepatu, dan aksesoris lainnya.
Menurut fatriani, dirinya mulai merintis usaha kerajinan ini, sejak 2013, berawal dari ide ketika bersama kelompok kerja ibu ibu yang ada disekitar kecamatan tallo tersebut, untuk memanfaatkan tanaman eceng gondok yang melimpah disekitar sungai tempat mereka bermukim.
Fatriani yang kerap disapa Ibu Ria ini, memulai membuat kerajinan berbahan eceng gondok , berawal dari 4 orang saja, dengan kerajinan pertama yakni souvenir wedding, dengan modal 100 ribu rupiah.

Karena bahan baku pembuatan kerajinan ini tersedia dalam jangka waktu yang panjang, didukung sistem pemasaran yang kini sudah merambah ke online shop, sang motivator bagi Ibu Ibu nelayan dari daerah tallo ini optimis, kedepan, ukm mereka akan mampu memberikan kesejahteraan bagi para anggotanya.

Pemirsa, kreatifitas yang dilakukan oleh Fatriani dan Ibu Ibu di Jl.Sultan Abdullah 1 kecamatan Tallo ini, semoga dapat memberikan inspirasi bagi anda, bahwa merintis sebuah usaha, tidak harus membutuhkan modal yang besar, tetapi cukup menggunakan semangat, dan tentunya, kreatifitas.
------------------------
Bagi yang berminat dapat pesan/order antar kerajinan Tas, Sendal, Taplak Meja, Tempat Perhiasan, Kursi Sofa, dll. hubungi :
Ibu Fatriani, CP. 0853 9475 7452